Widal test merupakan suatu uji serum darah yang memakai prinsip reaksi
agglutinasi untuk mendiagnosa demam typhoid. Dengan kata lain merupakan
tes serologi yang digunakan untuk mendeteksi demam typhoid.
Beberapa hal yang sering disalahartikan :
1. Pemeriksaan widal positif dianggap ada kuman dalam tubuh, hal
ini pengertian yang salah. Uji widal hanya menunjukkan adanya antibodi
terhadap kuman Salmonella.
2. Pemeriksaan widal yang diulang setelah pengobatan dan menunjukkan
hasil positif dianggap masih menderita tifus, ini juga pengertian yang
salah.
Setelah seseorang menderita tifus dan mendapat pengobatan, hasil uji
widal tetap positif untuk waktu yang lama sehingga uji widal tidak dapat
digunakan sebagai acuan untuk menyatakan kesembuhan.
Hasil ulang pemeriksaan widal positif setelah mendapat pengobatan
tifus, bukan indikasi untuk mengulang pengobatan bilamana tidak lagi
didapatkan gejala yang sesuai.
Prinsip
Pada pemeriksaan uji widal dikenal beberapa antigen yang dipakai sebagai
parameter penilaian hasil uji Widal. Berikut ini penjelasan macam
antigen tersebut :
Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman.
Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan
terhadap pemanasan 100°C selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang encer.
Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili
S. typhi dan berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H
phase-1 tunggal yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini
tidak aktif pada pemanasan di atas suhu 60°C dan pada pemberian alkohol
atau asam.
Antigen Vi
Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang melindungi
kuman dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak
bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60°C, dengan pemberian asam dan
fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya karier.
OuterMembrane Protein (OMP)
Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar
membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap
lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein
porin dan protein nonporin. Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri
atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang
berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten
terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85–100°C. Protein nonporin
terdiri atas protein OMP A, protein a dan lipoprotein, bersifat
sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui
dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen OMP S typhi yang
sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa/52 kDa.
INTERPRETASI HASIL
Interpretasi dari uji widal ini harus
memperhatikan beberapa factor antara lain sensitivitas, spesifitas,
stadium penyakit; factor penderita seperti status imunitas dan status
gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi; saat pengambilan
specimen; gambaran imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis
atau non endemis); factor antigen; teknik serta reagen yang digunakan.
Beberapa factor yang dapat mempengaruhi uji Widal dapat dijelaskan sebagai berikut, antara lain :
1.Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2.Saat pengambilan specimen : berdasarkan
penelitian Senewiratne, dkk. kenaikan titer antibodi ke level
diagnostic pada uji Widal umumnya paling baik pada minggu kedua atau
ketiga, yaitu 95,7%, sedangkan kenaikan titer pada minggu pertama adalah
hanya 85,7%.
3.Pengobatan dini dengan antibiotika ; pemberian antibiotika sebelumnya dapat menghambat pembentukan antibodi.
4.Vaksinasi terhadap salmonella bisa
memberikan reaksi positif palsu. Hal ini dapat dijelaskan bahwa setelah
divaksinasi titer agglutinin O dan H meningkat dan menetap selama
beberapa waktu. Jalan keluarnya adalah dengan melakukan pemeriksaan
ulang tes Widal seminggu kemudian. Infeksi akan menunjukkan peningkatan
titer, sementara pasien yang divaksinasi tidak akan menunjukkan
peningkatan titer.
5.Obat-obatan immunosupresif dapat menghambat pembentukan antibodi.
6.Reaksi anamnesa. Pada individu yang
terkena infeksi typhoid di masa lalu, kadang-kadang terjadi peningkatan
antibodi salmonella saat ia menderita infeksi yang bukan typhoid,
sehingga diperlukan pemeriksaan Widal ulang seminggu kemudian.
7.Reaksi silang ; Beberapa jenis serotipe
Salmonella lainnya (misalnya S. paratyphi A, B, C) memiliki antigen O
dan H juga, sehingga menimbulkan reaksi silang dengan jenis bakteri
lainnya, dan bisa menimbulkan hasil positif palsu (false positive).
Padahal sebenarnya yang positif kuman non S. typhi (bukan tifoid).
8.Penyakit-penyakit tertentu seperti malaria, tetanus, sirosis dapat menyebabkan positif palsu.
9.Konsentrasi suspense antigen dan strain salmonella yang digunakan akan mempengaruhi hasil uji widal.
PENILAIAN
Kegunaan uji Widal untuk diagnosis demam typhoid masih kontroversial
diantara para ahli. Namun hampir semua ahli sepakat bahwa kenaikan titer
agglutinin lebih atau sama dengan 4 kali terutama agglutinin O atau
agglutinin H bernilai diagnostic yang penting untuk demam typhoid.
Kenaikan titer agglutinin yang tinggi pada specimen tunggal, tidak dapat
membedakan apakah infeksi tersebut merupakan infeksi baru atau lama.
Begitu juga kenaikan titer agglutinin terutama agglutinin H tidak
mempunyai arti diagnostic yang penting untuk demam typhoid, namun masih
dapat membantu dan menegakkan diagnosis tersangka demam typhoid pada
penderita dewasa yang berasal dari daerah non endemic atau pada anak
umur kurang dari 10 tahun di daerah endemic, sebab pada kelompok
penderita ini kemungkinan mendapat kontak dengan S. typhi dalam dosis
subinfeksi masih amat kecil.
Pada orang dewasa atau anak di atas 10
tahun yang bertempat tinggal di daerah endemic, kemungkinan untuk
menelan S.typhi dalam dosis subinfeksi masih lebih besar sehingga uji
Widal dapat memberikan ambang atas titer rujukan yang berbeda-beda antar
daerah endemic yang satu dengan yang lainnya, tergantung dari tingkat
endemisitasnya dan berbeda pula antara anak di bawah umur 10 tahun dan
orang dewasa. Dengan demikian, bila uji Widal masih diperlukan untuk
menunjang diagnosis demam typhoid, maka ambang atas titer rujukan, baik
pada anak dan dewasa perlu ditentukan.
Salah satu kelemahan yang amat penting
dari penggunaan uji widal sebagai sarana penunjang diagnosis demam
typhpid yaitu spesifitas yang agak rendah dan kesukaran untuk
menginterpretasikan hasil tersebut, sebab banyak factor yang
mempengaruhi kenaikan titer. Selain itu antibodi terhadap antigen H
bahkan mungkin dijumpai dengan titer yang lebih tinggi, yang disebabkan
adanya reaktifitas silang yang luas sehingga sukar untuk
diinterpretasikan. Dengan alasan ini maka pada daerah endemis tidak
dianjurkan pemeriksaan antibodi H S.typhi, cukup pemeriksaan titer
terhadap antibodi O S.typhi.
Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640.
Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+).
Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).
Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasiendengan gejala klinis khas.
CARIER
Sulit untuk menghilangkan sifat ‘carrier’ (titer antibodi dalam darah kita menjadi negatif), mengingat Indonesia endemik tifoid.
Tapi ini tidak masalah. Yang penting tidak jatuh sakit.
Sumber : https://youroase.wordpress.com/2012/09/05/tes-widal-dan-cara-penilaiannya/